Perilaku merupakan faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Banyaknya masalah kesehatan yang terjadi di Indonesia, akar permasalahannya adalah ketidakmampuan masyarakat untuk ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS mencakup lima tatanan yaitu PHBS tatanan di Rumah Tangga, tatanan di sekolah, tatanan di institusi kesehatan, tatanan tempat kerja serta tatanan di tempat-tempat umum (TTU). PHBS merupakan salah satu komponen Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Desa dan Kelurahan Siaga Aktif adalah desa yang penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar, terbina dan berkembangnya Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dan masyarakatnya mampu ber-PHBS.
Penularan penyakit dapat terjadi di tempat-tempat umum karena kurang tersedia air bersih dan jamban, kurang baiknya pengelolaan sampah dan air limbah, kepadatan vector berupa lalat dan nyamuk, kurangnya ventilasi dan pencahayaan, kebisingan dan lain-lain. Tempat-tempat umum yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai penyakit, yang selanjutnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia.
Penyakit yang banyak terjadi di tempat – tempat umum antara lain Diare, Demam Berdarah, Keputihan, infeksi saluran pernafasan akut serta penyakit – penyakit lain akibat terpapar asap rokok, seperti : penyakit paru-paru, jantung dan kanker. Sekitar 55% sumber penularan penyakit Demam Berdarah terjadi di tempat-tempat umum, oleh karena itu tempat-tempat umum perlu menjadi perhatian utama dalam pemberantasan penyakit. Terjadinya penyakit-penyakit tersebut disebabkan lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat seperti tidak menggunakan air bersih, membuang sampah sembarangan, membiarkan air tergenang dan kebiasaan merokok di tempat umum.
Salah satu aplikasi dan perbuatan baik (subha karma) secara etimologi adalah Tri Kaya Parisudha (bahasa Sanskerta) dari kata Tri berarti tiga, Kaya berarti perbuatan/ perilaku dan Parisudha berarti (amat) disucikan. Adapun rinciannya (Tri Kaya Parisudha) terdiri dari :
a. Manacika, yaitu berpikir yang bersih dan suci
b. Wacika, yaitu berkata yang baik, sopan dan benar
c. Kayika, yaitu berperilaku yang jujur, baik dan benar
Perilaku yang baik dan benar dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan disebut dengan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Hidup sehat dalam pandangan agama Hindu dapat diwujudkan dengan adanya kesatuan yang harmonis antara manusia dan alam lingkungan (palemahan), manusia dengan manusia lainnya (pawongan) dan manusia dengan sang pencipta (parahyangan) sesuai dengan pedoman Tri Hita Karana. Dengan menerapkan Tri Hita Karana diharapkan manusia dapat mencapai kesejahteraan jasmani, rohani, sosial, spiritual dan menjaga serta memelihara kesehatan lingkungan.
Walaupun banyak pedoman yang terkait kesehatan dalam kitab-kitab suci agama Hindu, namun masalah kesehatan umat Hindu umumnya cukup kompleks, menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku. Derajat kesehatan senantiasa harus ditingkatkan atau dipromosikan sehingga kita terhindar dari penyakit, oleh karena mencegah lebih baik daripada mengobati penyakit. Dengan menerapkan PHBS secara terus menerus maka akan menjadi suatu kebiasaan, sehingga kita mampu memelihara kesehatan dan terhindar dari penyakit.
PHBS sangat penting disosialisasikan, disebarluaskan dan diterapkan dimana di tempat tersebut berkumpul banyak orang. Pura adalah tempat yang efektif dan efisien untuk memberikan informasi-informasi kesehatan, dimana pura juga merupakan tempat berkumpulnya umat dalam rangka beribadah juga dalam rangka mendapatkan informasi-informasi penting dari tokoh-tokoh masyarakat yang dipercaya dan disegani.
Keberhasilan pembinaan PHBS dapat dilihat dari pencapaian upaya-upaya yang dilakukan di pusat, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, desa, kelurahan dan di berbagai tatanan lain.
Terwujudnya tatanan pura yang ber-PHBS dengan indikator sebagai berikut :
1. Mengenakan busana/ pakaian yang bersih, rapi dan sopan
Pada saat kita memasuki areal pura sudah tentu kita menampilkan penampilan yang terbaik mulai dari cara berpikir, berkata dan berperilaku yang sopan, baik dan benar.
Berpakaian bersih maksudnya terbebas dari segala kotoran dan bau yang tidak sedap, rapi artinya sesuai dengan peruntukan, wajar dan tidak berlebihan, serta sopan artinya berbusana sesuai dengan situasi dan tempat, berbusana yang pantas, tidak menimbulkan reaksi negatif orang lain dan tidak mempertontonkan tubuh atau menjadikan diri pusat perhatian.
1. Mengenakan busana/ pakaian yang bersih, rapi dan sopan
Pada saat kita memasuki areal pura sudah tentu kita menampilkan penampilan yang terbaik mulai dari cara berpikir, berkata dan berperilaku yang sopan, baik dan benar.
Berpakaian bersih maksudnya terbebas dari segala kotoran dan bau yang tidak sedap, rapi artinya sesuai dengan peruntukan, wajar dan tidak berlebihan, serta sopan artinya berbusana sesuai dengan situasi dan tempat, berbusana yang pantas, tidak menimbulkan reaksi negatif orang lain dan tidak mempertontonkan tubuh atau menjadikan diri pusat perhatian.
2. Mencuci tangan dengan sabun pada air bersih yang mengalir
Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari segala kotoran dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai kebutuhan, dengan tujuan membebaskan tangan dari kuman dan mencegah kontaminasi, mencegah atau mengurangi penyakit infeksi. Mencuci tangan ini dilakukan sebelum mengawali persembahyangan di pura atau pada saat melakukan kegiatan lain di pura.
Doa sehari-hari membersihkan tangan “ Om ang agrha dwaya namah “ yang artinya Oh Hyang Widhi semoga kedua tangan hamba bersih.
3. Menggunakan jamban sehat
Setiap pura diharapkan memiliki sarana buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) atau jamban yang bersih. Ditempatkan pada areal jaba pura atau Nista Mandala dimana Nista Mandala adalah halaman yang bebas yang bisa dipakai untuk dapur umum, kamar mandi/ WC, tempat parkir kendaraan, tempat istirahat dan lain-lain.
4. Membuang sampah pada tempatnya dan ada pemilahan sampah
Meningkatnya jumlah sampah setelah piodalan atau hari-hari raya Hindu akan menimbulkan masalah kesehatan jika tidak tertangani dengan baik. Kebiasaan membuang sampah sembarangan baik di dalam pura maupun di luar pura misalnya di areal parkir, sepanjang jalan dan got-got serta sampah setelah piodalan akan membuat pura kelihatan kotor, jorok dan bau. Sampah plastik terutama dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal ini dapat memunculkan masalah dalam penanganan kebersihan dan membuat image buruk bagi umat Hindu. Salah satu unsur Tri Hitta Karana menjaga hubungan manusia dengan lingkungan belum diaplikasikan secara optimal.
Cara yang bisa dilakukan untuk menjaga kebersihan pura antara lain menyediakan tempat sampah sesuai jenis sampah. Umat/ pengunjung pura diharapkan ikut bertanggung jawab untuk mendukung kebersihan pura antara lain mengambil canang/ bunga sehabis sembahyang dan membuangnya pada tempat sampah yang telah disediakan.
5. Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi Narkoba di pura
Pendekatan melalui bahasa agama dapat meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan generasi muda terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba dan bahaya rokok. Masalah rokok dan penyalahgunaan obat terlarang menuntut peningkatan peranan para pemuka agama, guru agama dan penyuluh agama untuk memberikan bimbingan, penyuluhan dan motivasi melalui pendekatan bahasa agama Hindu tentang bahaya narkotika dan obat-obat terlarang lainnya. Agama Hindu mengajarkan umatnya untuk selalu berpegang teguh pada Dharma, siapa yang dapat hidup sesuai dengan Dharma ia akan selamat, bahagia dan damai selamanya. Demikian pula sebaliknya jika perbuatan itu melanggar Dharma maka penderitaan hasilnya dan itu pasti. Sesuai dengan Perda Kawasan Tanpa Rokok yang diterapkan di provinsi Bali No.10 Tahun 2011 maka pura merupakan salah satu kawasan tanpa rokok (KTR). Kawasan Tanpa Rokok di pura di laksanakan pada kawasan nista mandala, madya mandala dan utama mandala.
6. Tidak meludah sembarangan
Pada prinsipnya apa saja yang keluar dari badan manusia di pura adalah “leteh” misalnya ludah, kencing, ingus, darah, keringat dan air susu. Jika dalam keadaan terpaksa hanya boleh dilakukan di Nista Mandala (areal paling luar pura). Sebelum sembahyang sebaiknya juga dilakukan kumur-kumur agar mulut bersih. Doa sehari-hari untuk berkumur adalah “ Om Jang jihwa ya namah “ yang artinya Oh Hyang Widi semoga mulut (lidah) hamba bersih.
7. Memberantas jentik nyamuk
Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu orang ke orang lain dengan perantara nyamuk aedes agepty. Dalam lontar disebutkan “ Adhibhautika “ yaitu penyakit yang disebabkan oleh binatang/ mahluk lain yang menyerang tubuh yaitu virus lewat perantara gigitan nyamuk aedes agepty. Untuk memberantas nyamuk ini, tidak cukup hanya dengan fogging tapi harus disertai dengan PSN (pemberantasan sarang nyamuk).
8. Pengelolaan pura yang bersih, rapi dan asri dan menjaga kebersihan lingkungan, sarana dan prasarana pura
Di dalam melaksanakan persembahyangan kondisi pura harus bersih dan asri sehingga umat yang melaksanakan persembahyangan terasa tenang, hening secara lahir dan bathin. Pura yang bersih adalah pura yang llingkungan, sarana dan prasarananya terbebas dari kotoran, debu dan sampah. Sedangkan pura yang rapi dan asri adalah pura yang tertata serasi antara bangunan, taman dan prasarana lainnya, ada
penghijauan dari tanam-tanaman yang bermanfaat bagi proses keagamaan. Kosep Tri Hitta Karana sangat tepat dilaksanakan di pura.
9. Mencegah hewan berkeliaran di lingkungan pura
Mencegah hewan piaraan berkeliaran di lingkungan pura perlu diperhatikan karena mempengaruhi kesehatan. Jenis hewan piaraan yang sering kita lihat berkeliaran di lingkungan pura misalnya anjing, kucing, unggas dll. Dihimbau kepada warga yang memelihara hewan piaraan tinggal di sekitar pura untuk selalu menjaga hewannya agar tidak memasuki area pura dimulai dari wilayah nista mandala, madya mandala sampai dengan utama mandala.
10. Penyiapan dan penyimpanan tirta menggunakan air bersih dalam wadah tertutup dan memercikkan tirta dengan menggunakan alat pemercik tirta.
Alat pengetisan “tirta” sedapat mungkin memakai alang-alang yang masih segar dan bersih, jangan dipakai berulang-ulang sampai mingguan, jangan direndam pada tirtha, bila sudah kering harus diganti dengan yang baru.
Bila memecikkan tirtha dengan kembang harus kembang katihan yang ada tangkainya dan dipegang tangkainya, jangan tidak ikut masuk ke tirtha.
Tangan yang memetikkan tirtha harus bersih dan sehat, kuku – kuku harus bersih, pakaian bersih dan rapi.
11. Diupayakan para pandita dan pinandita menjaga kebersihan diri dan melakukan pemeriksaan kesehatan di layanan kesehatan secara berkala /sewaktu-waktu bila diperlukan
Pola Hidup Bersih dan Sehat pada aspek niskala dapat digambarkan sebagai kesucian atman (jiwa/ rohani), pikiran dan akal (budi) yang diperoleh dari upaya yang terus-menerus mempelajari dan melaksanakan ajaran-ajaran Agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari (kehidupan spiritual) dengan menekankan pada keyakinan yang kuat adanya Hyang Widhi.
Kehadiran para Pandita dan Pinandita dalam pelaksanaan setiap upacara keagamaan di pura sangatlah vital. Oleh karenanya sangat penting untuk memperhatikan kesehatan pada Pandita dan Pinandita agar beliau senantiasa siap untuk melayani umat Hindu baik dalam pelaksanaan upacara yadnya di Pura maupun dalam pelaksanaan tugas-tugas lainnya. Pandita dan pinandita harus diupayakan memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan sebagai tanda terima kasih umat kepada pendeta atau pemimpin upacara keagamaan karena beliau telah menyelesaikan upacara yadnya. Di samping mentaati dan mengamalkan ajaran orang-orang suci, membantu segala usaha para Sulinggih, turut memajukan pendidikan terutama di bidang keagamaan, membangun tempat pemujaan untuk orang-orang suci atau sulinggih, semuanya itu juga termasuk pelaksanaan Rsi Yadnya.
12. Mengkonsumsi makanan/ jajanan bersih, sehat di kantin pura. Kantin pura sebaiknya menyediakan makanan yang bersih dan sehat serta memperhatikan kaidah gizi seimbang
Dalam ajaran Panca Nyama Brata (lima cara pengendalian untuk mencapai kesucian dan kesempurnaan batin) disebutkan tentang pengaturan cara makan yang disebut Aharalagawa yang artinya makan secukupnya (tidak berlebihan, tidak kekurangan dan tidak berfoya-foya). Begitu besarnya pengaruh makanan sehingga harus diatur agar dapat meningkatkan spiritual dan mencapai kesucian serta kesempurnaan batin.
Sumber : Pedoman PHBS di Pura (PHDI Pusat)
Tags:
Pelayanan Umat