Apakah
arti memuja itu? Apakah pemujaan itu sekedar menangkup tangan, atau
sekadar mengucapkan doa dan lagu pujian? Ataukah sekadar memikirkan
tentang Tuhan. Apakah pemujaan itu berarti penghormatan yang mungkin
bersifat duniawi? Hal ini tidak pernah dijelaskan dengan tepat. Sekadar
sujud saja belum berarti memuja. Begitu pula sekadar menyanjung dalam
lagu dan nyanyian belum tentu memuja. Banyak nyanyian yang kita dengar
dalam upacara keagamaan atau dalam kehidupan kita sehari-hari. Apakah
itu termasuk pemujaan atau bukan?
Manusia melagukan
nyanyian-nyanyian tentang kebahagiaan, tentang cinta, tentang
penderitaan. Semuanya adalah kata hati yang digambarkan. Kita melagukan
kebesaran Tuhan, berarti kita menyanyikan tentang kemuliaan Tuhan.
Pendeknya banyak yang kita dengar dan kita lakukan. Kita menghormati dan
sujud kepada orangtua, kita hormat kepada para pendeta. Semuanya juga
berarti macam-macam. Untuk memperingati atau menghormati jasa seseorang
kita mencontoh dan menggambarkan semua perjuangan atau tingkah laku
orang yang kita agung-agungkan itu. Hal ini merupakan penghormatan atau
pemujaan. Bahasa manusia terlalu terbatas untuk menggambarkan arti kata
pemujaan yang sebenarnya. Yang terpenting dalam pemujaan adalah sifat
menyerahkan diri sepenuh hati kepada yang dipuja. Jadi sifat bhakti dan
dengan menghubungkan diri kepada yang dipuja.
Hindu memberikan penjelasan tentang dasar mengapa harus menghubungkan diri dengan Tuhan. Dalam Kitab Manu Smrti dikemukakan :
"Pikiran
yang kotor dan tidak baik harus diperbaiki dan disucikan dengan
membaca-baca mantra atau kitab-kitab Veda. Badan
yang kotor harus dibersihkan dengan jalan mandi. Benda-benda yang kotor
harus dibersihkan dengan air, api atau benda-benda pensuci lainnya.
Perkataan yang kotor harus diganti, dan belajar berkata-kata yang baik,
kata-kata halus dan budi bahasa yang baik. Mereka yang dalam keadaan
suci seperti inilah yang dikatakan layak bersembah bakti pada Tuhan"
Dengan
kata lain ketentuan itu wajib sifatnya dan karena itu orang yang tidak
memenuhi syarat doanya akan sia-sia saja, karena yang Maha Suci, Tuhan
hanya terjangkau oleh sifat kesucian dan kebajikan manusia penyembahnya
sendiri, sesuai menurut aturan yang telah ditentukan (Rg. Veda IX.73.6).
Svāmī
Harshānanda dalam bukunya yang berjudul Deva-Devi Hindu, menyatakan
bahwa konsep Tuhan Hindu memiliki dua gambaran khas, yaitu tergantung
pada kebutuhan dan selera pemuja-Nya. Dia dapat dilihat dalam suatu
wujud yang mereka sukai untuk pemujaan dan menanggapinya melalui wujud
tersebut. Dia juga dapat menjelmakan Diri-Nya di antara makhluk manusia
untuk membimbingnya menuju kerajaan Kedewataan-Nya. Penjelmaan ini
merupakan suatu proses berlanjut yang mengambil tempat di mana pun dan
kapan pun yang dianggap-Nya perlu. Kemudian ada aspek Tuhan lainnya
sebagai Yang Mutlak, yang biasanya disebut sebagai “Brahman”; yang
artinya besar tak terbatas. Dia adalah ketakterbatasan itu sendiri.
Namun, Dia juga bersifat immanent pada segala yang tercipta. Dengan
demikian tidak seperti segala yang kita kenal bahwa Dia menentang segala
uraian tentang-Nya. Telah dinyatakan bahwa jalan satu-satunya untuk
dapat menyatakan-Nya adalah dengan cara negatif: Bukan ini! Bukan ini!
Jadi untuk sekadar memuaskan pikiran manusia yang terbatas, untuk
menggambarkan yang tak terbatas, pikiran manusia yang terbatas perlu
dijelaskan untuk memuaskannya, yaitu pertanyaan mendasar tentang
siapakah yang dimaksud dengan Tuhan itu? Jawaban atas pertanyaan ini
merupakan dasar dalam pemberian definisi tentang Tuhan. Walaupun
pendefinisian tentang Tuhan tidak mungkin, namun untuk keperluan praktis
dalam pembahasan ini difinisi Tuhan diperlukan sebagai titik tolak
berpikir. Kesulitan dalam memberi definisi karena suatu definisi yang
baik harus benar-benar memberi gambaran yang jelas dan lengkap,
sedangkan Tuhan mencakup pengertian yang luas dan serba mutlak. Untuk
pertama kali definisi tentang Tuhan dijumpai dalam kitab Brahma Sūtra
I.1.2 sebagai berikut.
“Janmādyasyayatah”
Terjemahannya.
“(Brahman
adalah yang Maha Tahu dan penyebab yang Maha Kuasa) darimana munculnya
asal mula dan lain-lain, (yaitu pemeliharaan dan peleburan) dari (dunia
ini)”.
Lalu bagaimana cara menghubungkan diri dengan
Tuhan menurut Hindu? Menghubungkan diri artinya melakukan Yoga. Yoga
berasal dari kata
Yuj dan dari kata itu kemudian lahir kata yoga.
Cara melakukan hubungan inilah yang disebut sembahyang, atau memuja
menurut bahasa Sansekerta.
Kitab Rg. Veda X.71.
mengemukakan ada empat jalan atau cara yang dapat dilakukan oleh manusia
untuk sampai kepada Tuhan. Keempat cara atau jalan (Marga) itu
disebutkan sebagai berikut.
a. Dengan cara menyanyikan lagu-lagu pujaan.
b. Dengan cara mempelajari dan mengenal Tuhan kemudian mengajarkannya.
c. Dengan cara melakukan yajna dan memenuhi aturan yang digariskan.
d. Dengan cara membaca doa-doa mantra.
Keempat
cara itulah yang mula-mula telah dikemukakan yang lazim dilakukan oleh
orang-orang pada waktu itu. Dari ajaran itu kemudian dikembangkan
menjadi beberapa marga (yoga) yang kita kenal berikut ini.
1. Ajaran Bhakti Marga (Yoga)
Bhakti
merupakan kasih sayang yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
merupakan jalan kepatuhan atau bhakti. Bhakti Yoga disenangi oleh
sebagian besar umat manusia. Tuhan merupakan pengejawantahan dari kasih
sayang, dan dapat diwujudkan melalui cinta kasih seperti cinta suami
kepada istrinya yang menggelora dan menyerap segalanya. Cinta kepada
Tuhan harus selalu diusahakan. Mereka yang mencintai Tuhan tak memiliki
keinginan ataupun kesedihan. Ia tak pernah membenci makhluk hidup atau
benda apa pun, dan tak pernah tertarik dengan objek-objek duniawi. Ia
merangkul semuanya dalam dekapan tingkat kasih sayangnya. Kama
(keinginan duniawi) dan tresna (kerinduan) merupakan musuh dari rasa
bhakti. Selama ada jejak-jejak keinginan dalam pikiran terhadap
objek-objek duniawi, seseorang tidak dapat memiliki kerinduan yang
mendalam terhadap Tuhan. Atma-Nivedana merupakan penyerahan diri secara
total setulus hati kepada Tuhan, yang merupakan anak tangga tertinggi
dari Navavidha Bhakti, atau sembilan cara bhakti. Atma-Nivedana adalah
Prapatti atau Saranagati. Penyembah menjadi satu dengan Tuhan melalui
Prapatti dan memperoleh karunia Tuhan yang disebut Prasada. Bhakti
merupakan suatu ilmu spiritual terpenting, karena mereka yang memiliki
rasa cinta kepada Tuhan, sesungguhnya kaya. Tak ada kesedihan selain
tidak memiliki rasa bhakti kepada Tuhan.
 |
Ilustrasi. Membuat Banten merupakan salah satu wujud aplikasi ajaran Bhakti Yoga |
2. Ajaran Jnana Marga (Yoga)
Jñanayoga
merupakan jalan pengetahuan. Moksa (tujuan hidup tertinggi manusia
berupa penyatuan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa) dicapai melalui
pengetahuan tentang Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Pelepasan dicapai
melalui realisasi identitas dari roh pribadi dengan roh tertinggi atau
Brahman. Penyebab ikatan dan penderitaan adalah avidya atau
ketidaktahuan. Jiwa kecil, karena ketidaktahuan secara bodoh
menggambarkan dirinya terpisah dari Brahman. Avidya bertindak sebagai
tirai atau layer dan menyelubungi jiwa dari kebenaran yang sesungguhnya,
yaitu bersifat Tuhan. Pengetahuan tentang Brahman atau Brahmajñana
membuka selubung ini dan membuat jiwa bersandar pada Sat- Cit-Ananda
Svarupa (sifat utamanya sebagai keberadaan kesadaran-kebahagian
mutlak) dirinya.
Jnana
bukan hanya pengetahuan kecerdasan, mendengarkan atau membenarkan. Ia
bukan hanya persetujuan kecerdasan, tetapi realisasi langsung dari
kesatuan atau penyatuan dengan yang tertinggi yang merupakan paravidya.
Keyakinan intelekual saja tak akan membawa seseorang kepada Brahmajnana
(pengetahuan dari yang mutlak). Pelajar Jñanayoga pertama-tama
melengkapi dirinya dengan tiga cara yaitu: (1) pembedaan (viveka), (2)
ketidakterikatan (vairagya), (3) kebajikan, ada enam macam (sat-sampat),
yaitu: (a) ketenangan (sama), (b) pengekangan (dama), (c) penolakan
(uparati), ketabahan (titiksa), (d) keyakinan (sraddha), (e) konsentrasi
(samadhana), dan (f) kerinduan yang sangat akan pembebasan
(mumuksutva). Selanjutnya ia mendengarkan kitab suci dengan duduk khusuk
di depan tempat duduk (kaki padma) seorang guru yang tidak saja
menguasai kitab suci Veda (Srotriya), tetapi juga bagus dalam Brahman
(Brahmanistha). Selanjutnya para siswa melaksanakan perenungan, untuk
mengusir segala keraguraguan. Kemudian melaksanakan meditasi yang
mendalam kepada Brahman dan mencapai Brahma-Satsakara. Ia seorang
Jivanmukta (mencapai moksa, bersatu
dengan-Nya dalam kehidupan ini.
 |
Ilustrasi. Mengajar merupakan salah satu wujud aplikasi ajaran Jnana Yoga |
3. Ajaran Vibhuti Marga (Yoga)
Vibhuti
Marga (Yoga) merupakan jalan penghayatan terhadap kebesaran dan
kemuliaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai
sinar-Nya sebagai simbol keindahan, kemuliaan jiwa, kebenaran, Rta,
kebaikan, kebahagiaan, kekekalan, Tuhan dan lain-lain melalui jalan
spiritual (pemikiran) oleh para Maharsi guna mewujudkan kesejahteraan
dan kebahagiaan umatnya. Vibhuti Marga adalah penghayatan terhadap
kebenaran dan kemuliaan Tuhan yang dihayati oleh para maharesi melalui
spiritual yang kemudian penghayatan tersebut dilukiskan secara lahiriah
dalam bentuk puisi sebagai rasa kekagumannya.
4. Ajaran Karma Marga (Yoga)
Karmayoga
adalah jalan pelayanan yang membawa pencapaian menuju Tuhan melalui
kerja tanpa pamrih. Yoga ini merupakan penolakan terhadap buah
perbuatan. Karmayoga mengajarkan bagaimana bekerja demi untuk kerja itu,
yaitu tiadanya keterikatan. Demikian juga bagaimana menggunakan tenaga
untuk keuntungan yang terbaik. Bagi seorang Karmayogin, kerja adalah
pemujaan, sehingga setiap pekerjaan dialihkan menjadi suatu pemujaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seorang Karmayogin tidak terikat oleh karma
(hukum sebab akibat), karena ia mempersembahkan buah perbuatannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
5. Ajaran Raja Marga (Yoga)
Rajayoga
adalah jalan yang membawa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa, melalui
pengekangan diri, pengendalian diri, dan pengendalian pikiran. Rajayoga
mengajarkan bagaimana mengendalikan indra-indra dan vritti mental atau
gejolak pikiran yang muncul dari pikiran melalui tapa, brata, yoga dan
samadhi. Dalam Hatha Yoga terdapat disiplin fisik, sedangkan dalam
Rajayoga
terdapat disiplin pikiran. Raja Marga Yoga hendaknya
dilakukan secara bertahap melalui Astāngga yoga yaitu delapan tahapan
Yoga, yang meliputi yama, niyama, asana, pranayama, pratyahara, dharana,
dhyana, dan samadhi.
 |
Ilustrasi. Melantunkan Puja Tri Sandhya merupakan salah satu wujud aplikasi ajaran Raja Yoga |
Apa yang telah diturunkan hanya merupakan dasar yang belum sempurna
karena ternyata dari Rg Veda 1.31, ditegaskan bahwa ajaran mengenai cara
menuju Tuhan itu agar dikembangkan lebih jauh dengan memperbaiki.
Perbaikan perbaikan itu berjalan pada hakikatnya tergantung pada
kemajuan cara berpikir dan filsafat yang dianutnya. Dalam hal ini
terjadi proses pembudayaan tentang ajaran jalan menuju Tuhan sampai pada
apa yang kita jumpai dalam bentuk seperti sekarang ini. Pembaharuan
cara, pengembangan sistem bagaimana cara menjalankan jalan yang telah
digariskan bukan satu dosa karena pasal-pasal dari Rg. Weda sendiri
hanya menganjurkan. Anjuran tidak berarti harus, tetapi baik jika
dilakukan. Yang terpenting dalam pengertian cara sembahyang itu ialah
keharusan agar seorang yang hendak sembahyang harus dalam keadaan suci
dan baik. Suci dan baik tidak hanya suci karena mandi saja tetapi juga
suci karena tingkah laku. Terima Kasih.